pustakawan.org
Foto Profil adit adit

IPLM 2025: Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat dan Dampaknya bagi Perpustakaan Daerah

Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) adalah salah satu instrumen penting yang digunakan pemerintah untuk menilai sejauh mana upaya pengembangan literasi dilakukan di seluruh Indonesia. Melalui pengukuran ini, perpustakaan di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota tidak hanya berfungsi sebagai penyedia koleksi, tetapi juga sebagai pusat pembelajaran sepanjang hayat. Tahun 2025 menjadi momen krusial karena ada sejumlah penyempurnaan dalam mekanisme IPLM yang diharapkan lebih mampu menggambarkan kondisi nyata di lapangan


Artikel ini akan membahas evaluasi IPLM tahun 2024, perubahan instrumen di 2025, metode perhitungan yang lebih modern, serta dampak langsung bagi perpustakaan daerah di seluruh Indonesia.

Evaluasi IPLM 2024: Tantangan di Lapangan

Salah satu pelajaran berharga dari IPLM 2024 adalah rendahnya keterisian data KTAK (Koleksi, Tenaga, Anggota, dan Kunjungan). Rata-rata keterisian data hanya mencapai 11%, dan kolom kunjungan bahkan hanya terisi 2%


Kondisi ini menunjukkan bahwa masih banyak perpustakaan yang belum disiplin dalam mencatat aktivitasnya.

Selain itu, terdapat variasi keterisian antarprovinsi. Sebagai contoh, Kepulauan Bangka Belitung mencatat keterisian hingga 55%, jauh di atas rata-rata nasional. Perbedaan ini bisa jadi dipengaruhi oleh kebijakan lokal, kesadaran akan pentingnya data, atau sistem pelaporan yang lebih baik.

Dari sisi jenis perpustakaan, perguruan tinggi menduduki posisi teratas dengan keterisian sekitar 46%. Sementara itu, perpustakaan sekolah, umum, dan khusus masih jauh di bawah angka tersebut. Fakta ini mengindikasikan perlunya perbaikan sistem pencatatan dan penguatan kapasitas SDM pustakawan di daerah.

IPLM 2025: Instrumen yang Lebih Tajam

Untuk menjawab tantangan tersebut, IPLM 2025 hadir dengan instrumen yang lebih fokus. Ada dua dimensi utama yang menjadi dasar pengukuran, yaitu Compliance (kepatuhan) dan Performance (kinerja)


Dimensi Compliance mencakup:

  • Jumlah koleksi tercetak dan elektronik.
  • Penambahan koleksi dalam satu tahun terakhir.
  • Jumlah pustakawan sesuai kualifikasi pendidikan.
  • Tenaga teknis perpustakaan.
  • Tenaga perpustakaan yang mengikuti pengembangan kompetensi.

Dimensi Performance mencakup:

  • Pemanfaatan koleksi tercetak dan elektronik.
  • Jumlah kegiatan literasi yang melibatkan masyarakat.
  • Akses perpustakaan secara luring maupun daring.
  • Pemanfaatan fasilitas TIK.
  • Kolaborasi antarperpustakaan dan pihak eksternal.
  • Ketersediaan variasi layanan serta dokumen kebijakan.

Dengan instrumen baru ini, hasil IPLM diharapkan tidak hanya mencerminkan ketersediaan fasilitas, tetapi juga sejauh mana fasilitas tersebut benar-benar dimanfaatkan masyarakat.

Metode Perhitungan: Lebih Modern dan Akurat

IPLM 2025 menggunakan pendekatan statistik yang lebih canggih agar hasilnya lebih akurat. Ada empat langkah utama dalam proses penghitungan:

  1. Pembersihan data untuk memastikan tidak ada duplikasi atau data bermasalah.
  2. Transformasi data dengan metode Yeo Johnson, yang membantu menormalkan distribusi data agar lebih seimbang.
  3. Normalisasi min-max, yaitu mengubah data ke dalam skala 0–1 sehingga mudah dibandingkan antarindikator.
  4. Perhitungan nilai indeks dengan pembobotan, sehingga setiap indikator memiliki proporsi yang sesuai dalam penilaian akhir

Metode ini tidak hanya membuat hasil lebih valid, tetapi juga memberikan gambaran yang lebih detail tentang kondisi perpustakaan di setiap daerah.

Dampak Bagi Perpustakaan Daerah

Bagi perpustakaan provinsi maupun kabupaten/kota, IPLM 2025 membawa sejumlah dampak nyata:

Tuntutan Akurasi Data

Pustakawan dituntut untuk lebih disiplin dalam mencatat koleksi, jumlah anggota, kunjungan, hingga kegiatan literasi. Tanpa data yang akurat, nilai indeks daerah bisa terdistorsi.

Peningkatan Kualitas Layanan

Tidak cukup hanya menambah koleksi, tetapi koleksi harus benar-benar digunakan. Perpustakaan harus aktif membuat program agar masyarakat memanfaatkan koleksi dan fasilitas yang tersedia.

Kolaborasi Lebih Luas

Indikator kolaborasi mendorong perpustakaan untuk menjalin kemitraan, baik dengan sekolah, komunitas literasi, maupun lembaga lain.

Dasar Kebijakan Daerah

Hasil IPLM bisa menjadi rujukan bagi pemerintah daerah dalam membuat kebijakan literasi, termasuk alokasi anggaran untuk pengembangan perpustakaan.

Ajakan untuk Pustakawan

Pustakawan adalah ujung tombak keberhasilan IPLM. Dengan keterlibatan aktif dalam pengisian data pada aplikasi pendataan Perpusnas, nilai indeks literasi masyarakat bisa mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Setiap data yang diinput, sekecil apa pun, akan berkontribusi pada gambaran literasi nasional.

Penutup

IPLM 2025 adalah peluang sekaligus tantangan. Dengan instrumen baru yang lebih tajam dan metode perhitungan yang lebih modern, hasilnya akan jauh lebih bermanfaat bagi pengembangan kebijakan literasi di Indonesia. Namun, kunci keberhasilan tetap ada di tangan pustakawan di daerah. Tanpa partisipasi aktif dalam pencatatan dan pelaporan, data tidak akan bermakna.

Mari jadikan IPLM 2025 sebagai momentum untuk menunjukkan bahwa perpustakaan adalah pusat peradaban literasi bangsa.

Buka Link

Komentar:

Belum ada komentar.


Silakan login untuk mengomentari postingan ini.

Sebut Pengguna (Following)

×